-->

Cerpen Rahasia Aqra


Kini sang surya telah pergi dari peraduannya, meninggalkan semburat senja yang tampak indah memamerkan jingga pada langit sebagai penutup hari ini. Sepertinya bumi sedang bersahabat karena sedari tadi memberikan senyum terbaiknya untuk menemani aktivitasku seharian.

Dari bilik jendela, Aqra sedang menuliskan sebuah catatan pekerjaan yang akan ditempel di mading kamarnya. Aqra orangnya sangat terencana, apa pun yang akan dilakukan, harus dicatat. Itulah mengapa bila ada satu jadwal yang tertinggal, dia sampai marah pada dirinya sendiri karena menurutnya, itu adalah kelalaian yang fatal dan tidak disiplin. Yah, bisa dibilang, Aqra juga seorang perfeksionis. Mading Aqra pun tidak pernah kosong karena selalu terisi catatan aktivitasnya.

Aqra Nabila. Itulah nama lengkapnya. Gadis cantik yang memiliki arti perempuan yang pintar membaca situasi ini kerap kali dibilang berlebihan oleh orang lain, bahkan disebut sok tahu. Padahal, kerap kali instingnya tentang sesuatu hal sangatlah mendasar. Bagaimana tidak? Sesuai arti namanya, dia selalu memerhatikan apa pun yang akan terjadi ke depan ketika melakukan sesuatu.

Suatu ketika, Aqra berjalan membawa tumpukan buku dengan tergesa-gesa. Entah apa yang sedang diburu. Namun, dari gelagatnya, tampak jelas lipatan pada wajahnya seperti pakaian belum disetrika.

"Aqra! Kita ke tempat resto langganan, yuk!" ajak Hilya yang sedikit berteriak karena langkah kaki Aqra begitu cepat.

"Lain kali aja, ya. Aku buru-buru, nih!" Aqra melambaikan tangan kanannya sambil tersenyum ke arah Hilya. Kemudian pandangannya kembali ke depan dengan derap langkah kaki seperti kuda sedang berlari.

Hilya menggaruk kepalanya, memikirkan sesuatu. "Sebenarnya misi apa sih yang sedang dijalani Aqra? Tumben banget enggak ngajak-ngajak aku." Rasa penasaran Hilya mulai bergejolak. Dia pun kepikiran untuk mengikuti Aqra. Hilya segera ke tempat parkir, kebetulan jam perkuliahan hari ini telah usai.

Hilya adalah sahabat Aqra sejak duduk di bangsu SMP. Mereka seakan anak kembar yang tidak bisa dipisahkan. Sekolah di tempat yang sama, sama-sama suka biru, dan gemar membaca, serta kesamaan lainnya.

Dari kejauhan, terlihat sosok laki-laki yang sudah menunggu Aqra di sebuah taman. Banyak orang yang sedang bertamasya di sana, bahkan kupu-kupu pun ikut meramaikan taman tersebut. Laki-laki yang tingginya sekitar 180 cm itu berpakain rapi. Dia duduk di kursi yang berada di bawah pohon rindang. Tangannya menggenggam kotak kecil berwarna merah.

Dengan napas yang tersengal-sengal, Aqra menyapa laki-laki itu.

"Maaf, aku datangnya telat. Soalnya tadi ada ujian dadakan di kampus."

Aqra menutup mata dan mengatupkan kedua telapak tangannya. Kakinya sampai gemetar karena berjalan terlalu cepat.

"Duduk dulu, Ra. Tarik napas, baru deh ngomong," ujar laki-laki yang kerap disapa Azzam. "Nih, minum dulu sambil atur napas." Azzam menyodorkan botol minuman yang masih disegel.

Aqra dengan cepat, membuka segel tutup botol itu dan meneguk air mineral yang ada di dalamnya sampai habis. Azzam sampai tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah laku Aqra, kehausan seperti habis lomba lari 100 meter saja.

"Makasih, ya, untuk minumannya. Kirain kamu bakal marah dan langsung pulang sebelum aku datang."

"Mana bisa aku marah sama kamu, Ra. Aku pasti akan menunggu sampai kamu datang."

Tatapan Azzam membuat Aqra salah tingkah.

"Aku langsung ke intinya aja, ya. Aku mau nunjukin ini," ujar Azzam, memperlihatkan kotak berwarna merah itu.

Belum juga dibuka, Hilya datang membawa muka masam. Tidak ada senyum yang terlukis di wajahnya. Sedangkan Azzam dan Aqra terlihat tegang. Mereka saling bertatapan. Aqra berpikir kalau hal yang ditakutkan akan terjadi.

Benar saja, Hilya cemburu melihat Azzam dan Aqra layaknya sepasang merpati yang siap terbang bersama untuk melintasi perjalanan di kehidupan ini. Awalnya Hilya memang sudah curiga karena pernah menemukan surat cinta dari Azzam di buku tulis Aqra. Kala itu buku Aqra ketinggalan di kelas karena buru-buru pulang, sementara Aqra masih ada sesuatu hal yang harus dikerjakan, jadinya pulang belakangan.

Hilya memang tidak membuka, apalagi membaca isi dari surat tersebut, tetapi dia merasa kalau sahabatnya itu memang memiliki hubungan khusus dengan Azzam. Apalagi hari ini, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Aqra sedang dilamar. Hilya yakin, kotak merah yang dipegang Aqra itu, isinya cincin.

Hilya yang memendam perasaan sudah cukup lama pada Azzam, merasa sakit hati. Namun, dia sadar kalau cintanya bertepuk sebelah tangan. Dia tidak boleh membiarkan rasa cinta itu tetap hadir di dalam hatinya, karena bagaimana pun juga—Aqra sudah seperti saudari perempuan baginya. Untuk mengalihkan pikiran dua insan yang ada di hadapannya, Hilya buru-buru memasang senyum, mengubah suasana tegang menjadi luwes kembali. Aqra dan Azzam pun merasa lega. Mereka tidak ingin hubungan persahabatan rusak, hanya karena hubungan yang akan terjalin lebih erat setelah pertemuan hari ini.

Selang beberapa menit, Aqra membuka benda kecil yang digenggamnya, ternyata benar kalau isinya adalah sebuah cincin emas yang dipastikan, Azzam sedang melamar Aqra. Laki-laki yang usianya dua tahun lebih tua dari Aqra dan Hilya itu pun langsung menyatakan niat baiknya untuk memperistri Aqra. Niat baik tersebut pun diterima oleh Aqra dan meminta Azzam agar segera menemui kedua orang tuanya. Hilya turut bahagia akan hal ini.

"Selamat ya, Ra," ujar Hilya dengan senyum manisnya.

"Makasih, Hilya." Mata Aqra berkaca-kaca.

Aqra dan Hilya pun berpelukan. Tangisan haru menjadi penutup lamaran Azzam kepada perempuan yang nemiliki hobi menulis dan membaca itu.[]

Lampung, 07 Januari 2022
Diperbaharui 30 Januari 2023
Penulis : Irma Deei Meilinda

0 Response to "Cerpen Rahasia Aqra"

Posting Komentar