Contoh Cerpen Untuk Penulis Pemula
Kamis, 30 Mei 2019
Add Comment
Ujian Kehidupan
Oleh Princess Meymey
Malam itu terasa gelap.
Tak ada bintang yang bersinar. Hembusan angin menusuk tulang sum-sumnya.
Jiwanya terasa sepi seakan tak ada yang menemani. Sesaat ia terlelap akan
tidurnya, dan terhanyut akan mimpi-mimpi indahnya.
Di sepertiga malam, ia
terbangun dari tidurnya. Ia mulai membuka pintu kamarnya. Dilihatnya, langit
masih sangat gelap dan kegelapan dunia itu membuatnya terasa takut jika sendirian.
Namun ia mencoba untuk memberanikan dirinya dengan mengucap basmallah.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya, padahal tak ada seorang pun selain dirinya yang ada di kamar atas. Ia memejamkan mata, sontak terkejut dengan tepukan tangan yang ada di pundaknya. Rasa takut mulai melanda. Ia mulai terkecoh karena teringat cerita horor yang ada di rumahnya.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya, padahal tak ada seorang pun selain dirinya yang ada di kamar atas. Ia memejamkan mata, sontak terkejut dengan tepukan tangan yang ada di pundaknya. Rasa takut mulai melanda. Ia mulai terkecoh karena teringat cerita horor yang ada di rumahnya.
Dalam hati ia meminta perlindungan kepada Allah. Beban yang memikul di pundaknya
pun hilang dengan sekejap. Tak terasa lagi ada tangan.
Ia mulai bergegas untuk mengambil air wudu untuk menjalankan salat tahajud.
Setelah selesai berwuhu, ia masuk kamar mengambil mukenah kesayangannya yang
berwarna pink. Ia mulai melakukan salat. Selama salatnya, ia merasa ada yang
memperhatikan. Namun tetap fokus menjalankan ibadah kepada-Nya.
Selesai salat, ia mendengar suara aneh dari kejauhan, suara orang menangis.
“Ya Rabbi, mohon
lindungilah diriku dari hal apa pun yang akan membahayakanku. Sesungguhnya tak
ada yang perlu ditakuti selain amarah-Mu,” ucap Dewi dalam doanya.
Masih terdengar isak
tangis seorang anak perempuan, diiringi oleh suara anjing-anjing yang
berkeliaran di sekitar rumahnya. Ia tak hiraukan suara-suara tersebut, karena ia
sedang berzikir. Selesai berzikir, ia hendak tidur kembali melanjutkan mimpi
indahnya.
Tepat pada pukul 04.30
WIB, suara azan berkumandang. Dewi terbangun karena mendengarnya, ia hendak
melakukan salat subuh. Setelahnya, segera ke dapur untuk membantu
ibunya mengerjakan pekerjaan rumah.
“Selamat pagi, Ibuku
tersayang,” ujar Dewi kepada ibunya dan dilengkapi dengan kecupan hangat
di kening ibunya.
Ibunya tersenyum
melihat keceriaan di wajah cantik anaknya itu.
“Selamat pagi juga
anakku sayang,” balas ibunya sambil mencubit pipi chubby anak semata wayangnya.
“Ibu masak apa hari
ini?” tanya Dewi tersenyum.
“Masak makanan
kesukaanmu, Nak,” jawab ibunya.
Seiring berjalannya
waktu, tiba-tiba ada cahaya yang masuk di dalam rumah, melintas
di dapur untuk mengelilingi mereka. Ibu dan anak itu sangat terkejut, mereka
mulai beristighfar menyebut asma Allah. Dewi sangat ketakutan meskipun cahaya
yang sempat mengenainya itu sudah hilang.
“Ibu, cahaya apakah itu
bu? Apakah itu semacam guna-guna seperti yang pernah aku tonton di televisi?” tanya Dewi penasaran, diselingi dengan rasa takut.
Ibunya Dewi memeluk
anaknya sangat erat.
“Anakku, percayalah
pada ibumu ini. Allah selalu ada untuk kita dan menjaga kita dari hal-hal
yang akan mencelakakan diri kita. Insya
Allah,” kata Fatimah.
“Tapi aku sangat takut, Bu. Semalam juga ketika aku salat tahajud. Aku mendengar isak tangis seorang
anak perempuan, dilengkapi suara anjing-anjing yang terus menggonggong dan
menangis. Aku benar-benar takut, Bu.”
Fatimah adalah seorang wanita yang kuat dan tegar. Ia berusaha
menenangkan anaknya yang tengah ketakutan. Mereka mulai memasak kembali, dan melupakan
kejadian pada hari itu. Makanan sudah siap disajikan, kini mereka mulai
menyantap makanannya. Mereka hanya tinggal berdua karena ayahnya pergi entah
ke mana. Meninggalkan Dewi dalam usia kandungan empat bulan. Entah mengapa Dewi
menanyakan ayahnya.
“Ibu, bolehkan aku
menanyakan sesuatu?”
“Tentu saja boleh
anakku."
“Sebelumnya, aku minta
maaf, Bu ....”
“Ibu dan ayah mengapa
bercerai?”
Fatimah terdiam,
suasana di meja makan mulai hening. Diganti dengan suara tangisan yang tak
terbendung.
“Mengapa ibu menangis?
Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?”
“Tidak ada yang salah
dengan pertanyaan yang kamu ajukan. Hanya saja, ibu sangat sedih jika
harus mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu ketika ayahmu pergi
meninggalkan ibu; meninggalkan bayi yang ada di dalam kandungan ibu yaitu
kamu,” kata Fatimah terbata-bata.
“Maafkan aku telah
mengulas kembali cerita lama yang membuat ibu menangis. Aku tak bermaksud untuk
melukai hatimu, Bu,” ujar Dewi bersimpuh memohon maaf kepada Ibunya.
“Kamu tak perlu meminta
maaf, ini salah ibu. Ibu tak dapat membahagiakanmu.
Karena hidupmu tak lengkap, tak ada sosok seorang ayah di sampingmu. Hingga kamu
haus akan kasih sayang seorang ayah. Kamu harus berjanji kepada ibu, takkan pernah membenci ayahmu, meskipun ayahmu telah menorehkan luka dan
merobek-robek hati ibumu ini, Nak.”
“Memangnya ada masalah
apa, Bu, sehingga ayah tega pergi meninggalkan kita?” tanya Dewi sambil menghapus
air mata ibunya.
Fatimah menceritakan
semuanya; saat suaminya pergi meninggalkannya
ketika Dewi sedang ada di dalam kandungan yang berusia empat bulan. Saat suaminya menyuruh menggugurkan kandungan dan meninggalkannya demi wanita
kaya raya, anak pengusaha tambang emas di Jakarta. Hubungan suami-isteri yang
terbilang harmonis, akibat wanita penggoda, kini menjadi cerai berai.
“Kamu tahu, anakku?
Cahaya apa yang tadi kita lihat? Ibu merasa, itu teluh dari wanita yang kini
menjadi isteri ayahmu. Wanita itu adalah sahabat ibu yang sudah dianggap
sebagai saudara sendiri.” Fatimah menghela napas dan mengusap
butiran-butiran air mata di pipinya.
Dewi sempat tak percaya
akan cerita masa lalu ayah dan ibunya. Tingkat keimanan ayahnya gugur hanya
karena wanita yang telah menyekutukan Allah. Sambil menghela napas, Dewi mulai
menyadari akan semua yang terjadi di dunia ini sungguh mistis. Tak ada yang
tahu tentang takdir manusia selain Allah. Dunia sudah semakin tua, hingga
banyak umat-Nya yang mensekutukan-Nya.
Sambil mengusap air
mata ibunya, Dewi berkata, “Ibu, air matamu terlalu berharga untuk menangisi
laki-laki yang imannya mudah luntur seperti ayah. Aku berjanji takkan lagi
menanyakan tentang ayah ataupun memaksa ibu untuk menceritakan bagaimana
saat-saat ayah meninggalkan ibu dan aku. Aku berjanji akan s’lalu membuat ibu
senang, meskipun hidup tanpa belaian kasih sayang seorang ayah.”
Lampung, 20 Juli 2015
0 Response to "Contoh Cerpen Untuk Penulis Pemula"
Posting Komentar