-->

Contoh Cerpen Untuk Penulis Pemula



Ujian Kehidupan
Oleh Princess Meymey

Malam itu terasa gelap. Tak ada bintang yang bersinar. Hembusan angin menusuk tulang sum-sumnya. Jiwanya terasa sepi seakan tak ada yang menemani. Sesaat ia terlelap akan tidurnya, dan terhanyut akan mimpi-mimpi indahnya.
Di sepertiga malam, ia terbangun dari tidurnya. Ia mulai membuka pintu kamarnya. Dilihatnya, langit masih sangat gelap dan kegelapan dunia itu membuatnya terasa takut jika sendirian. Namun ia mencoba untuk memberanikan dirinya dengan mengucap basmallah.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya, padahal tak ada seorang pun selain dirinya yang ada di kamar atas. Ia memejamkan mata, sontak terkejut dengan tepukan tangan yang ada di pundaknya. Rasa takut mulai melanda. Ia mulai terkecoh karena teringat cerita horor yang ada di rumahnya.
Dalam hati ia meminta perlindungan kepada Allah. Beban yang memikul di pundaknya pun hilang dengan sekejap. Tak terasa lagi ada tangan. Ia mulai bergegas untuk mengambil air wudu untuk menjalankan salat tahajud. Setelah selesai berwuhu, ia masuk kamar mengambil mukenah kesayangannya yang berwarna pink. Ia mulai melakukan salat. Selama salatnya, ia merasa ada yang memperhatikan. Namun tetap fokus menjalankan ibadah kepada-Nya. Selesai salat, ia mendengar suara aneh dari kejauhan, suara orang menangis.
“Ya Rabbi, mohon lindungilah diriku dari hal apa pun yang akan membahayakanku. Sesungguhnya tak ada yang perlu ditakuti selain amarah-Mu,” ucap Dewi dalam doanya.
Masih terdengar isak tangis seorang anak perempuan, diiringi oleh suara anjing-anjing yang berkeliaran di sekitar rumahnya. Ia tak hiraukan suara-suara tersebut, karena ia sedang berzikir. Selesai berzikir, ia hendak tidur kembali melanjutkan mimpi indahnya.
Tepat pada pukul 04.30 WIB, suara azan berkumandang. Dewi terbangun karena mendengarnya, ia hendak melakukan salat subuh. Setelahnya, segera ke dapur untuk membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah.
“Selamat pagi, Ibuku tersayang,” ujar Dewi kepada ibunya dan dilengkapi dengan kecupan hangat di kening ibunya.
Ibunya tersenyum melihat keceriaan di wajah cantik anaknya itu.
“Selamat pagi juga anakku sayang,” balas ibunya sambil mencubit pipi chubby anak semata wayangnya.
“Ibu masak apa hari ini?” tanya Dewi tersenyum.
“Masak makanan kesukaanmu, Nak,” jawab ibunya.
Seiring berjalannya waktu, tiba-tiba ada cahaya yang masuk di dalam rumah, melintas di dapur untuk mengelilingi mereka. Ibu dan anak itu sangat terkejut, mereka mulai beristighfar menyebut asma Allah. Dewi sangat ketakutan meskipun cahaya yang sempat mengenainya itu sudah hilang.
“Ibu, cahaya apakah itu bu? Apakah itu semacam guna-guna seperti yang pernah aku tonton di televisi?” tanya Dewi penasaran, diselingi dengan rasa takut.
Ibunya Dewi memeluk anaknya sangat erat.
“Anakku, percayalah pada ibumu ini. Allah selalu ada untuk kita dan menjaga kita dari hal-hal yang akan mencelakakan diri kita. Insya Allah,” kata Fatimah.
“Tapi aku sangat takut, Bu. Semalam juga ketika aku salat tahajud. Aku mendengar isak tangis seorang anak perempuan, dilengkapi suara anjing-anjing yang terus menggonggong dan menangis. Aku benar-benar takut, Bu.”
Fatimah adalah seorang wanita yang kuat dan tegar. Ia berusaha menenangkan anaknya yang tengah ketakutan. Mereka mulai memasak kembali, dan melupakan kejadian pada hari itu. Makanan sudah siap disajikan, kini mereka mulai menyantap makanannya. Mereka hanya tinggal berdua karena ayahnya pergi entah ke mana. Meninggalkan Dewi dalam usia kandungan empat bulan. Entah mengapa Dewi menanyakan ayahnya.
“Ibu, bolehkan aku menanyakan sesuatu?”
“Tentu saja boleh anakku."
“Sebelumnya, aku minta maaf, Bu ....”
“Ibu dan ayah mengapa bercerai?”
Fatimah terdiam, suasana di meja makan mulai hening. Diganti dengan suara tangisan yang tak terbendung.
“Mengapa ibu menangis? Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?”
“Tidak ada yang salah dengan pertanyaan yang kamu ajukan. Hanya saja, ibu sangat sedih jika harus mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu ketika ayahmu pergi meninggalkan ibu; meninggalkan bayi yang ada di dalam kandungan ibu yaitu kamu,” kata Fatimah terbata-bata.
“Maafkan aku telah mengulas kembali cerita lama yang membuat ibu menangis. Aku tak bermaksud untuk melukai hatimu, Bu,” ujar Dewi bersimpuh memohon maaf kepada Ibunya.
“Kamu tak perlu meminta maaf, ini salah ibu. Ibu tak dapat membahagiakanmu. Karena hidupmu tak lengkap, tak ada sosok seorang ayah di sampingmu. Hingga kamu haus akan kasih sayang seorang ayah. Kamu harus berjanji kepada ibu, takkan pernah membenci ayahmu, meskipun ayahmu telah menorehkan luka dan merobek-robek hati ibumu ini, Nak.”
“Memangnya ada masalah apa, Bu, sehingga ayah tega pergi meninggalkan kita?” tanya Dewi sambil menghapus air mata ibunya.
Fatimah menceritakan semuanya; saat suaminya pergi meninggalkannya ketika Dewi sedang ada di dalam kandungan yang berusia empat bulan. Saat suaminya menyuruh menggugurkan kandungan dan meninggalkannya demi wanita kaya raya, anak pengusaha tambang emas di Jakarta. Hubungan suami-isteri yang terbilang harmonis, akibat wanita penggoda, kini menjadi cerai berai.
“Kamu tahu, anakku? Cahaya apa yang tadi kita lihat? Ibu merasa, itu teluh dari wanita yang kini menjadi isteri ayahmu. Wanita itu adalah sahabat ibu yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri.” Fatimah menghela napas dan mengusap butiran-butiran air mata di pipinya.
Dewi sempat tak percaya akan cerita masa lalu ayah dan ibunya. Tingkat keimanan ayahnya gugur hanya karena wanita yang telah menyekutukan Allah. Sambil menghela napas, Dewi mulai menyadari akan semua yang terjadi di dunia ini sungguh mistis. Tak ada yang tahu tentang takdir manusia selain Allah. Dunia sudah semakin tua, hingga banyak umat-Nya yang mensekutukan-Nya.
Sambil mengusap air mata ibunya, Dewi berkata, “Ibu, air matamu terlalu berharga untuk menangisi laki-laki yang imannya mudah luntur seperti ayah. Aku berjanji takkan lagi menanyakan tentang ayah ataupun memaksa ibu untuk menceritakan bagaimana saat-saat ayah meninggalkan ibu dan aku. Aku berjanji akan s’lalu membuat ibu senang, meskipun hidup tanpa belaian kasih sayang seorang ayah.”


Lampung, 20 Juli 2015

0 Response to "Contoh Cerpen Untuk Penulis Pemula"

Posting Komentar