Kesal Ditanya Kapan Nikah
Rabu, 04 Desember 2019
Add Comment
Tentu saja boleh! Sama halnya ketika kamu mau menuliskan tentang kematian—apa kamu harus mati dulu, baru bisa menulis dengan tema kematian? Tidak, kan? So, tulislah apa yang kamu ketahui berdasarkan referensi yang akurat agar tulisanmu bukan tulisan asal jadi, tapi benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Apa yang kita tulis juga menjadi tanggung jawab dunia-akhirat.
Ngomongin soal pernikahan, tidak sedikit orang yang merasa kesal ketika ditanya, "Kapan nikah?" Dan sepertinya pertanyaan ini selalu menjadi trending topic di Indonesia. Entah apa tujuannya bertanya. Meski kadang ada yang bersenda-gurau, tetap saja, ini adalah pertanyaan yang sangat sensitif. Bahkan menghubung-hubungkan sesuatu hanya untuk menanyakan, "Kapan nikah?"
Jika orang-orang terus menanyakan hal itu, lantas bagaimana dengan orang yang menerima pertanyaan? Apakah mereka tidak bertanya kepada Allah. kapan hari bahagia itu tiba? Jawabannya pasti sama. Mereka ingin sekali menikah. Tapi apa mereka harus berontak sama Allah? Tentu saja tidak! Jika berontak, itu artinya tidak bisa menerima takdir yang Allah berikan. Kalian tidak tahu bagaimana mereka bisa meneguhkan hati untuk bisa menahan rasa ingin yang belum tersampaikan. Kalian tidak tahu bagaimana mereka mencoba sabar dalam menanti jodoh. Apalagi yang usianya sudah menginjak 25 tahun ke atas. Seringkali menerima cacian atau gosip dari para tetangga, keluarga, teman atau orang-orang yang hanya ingin memojokkan saja.
Bukankah menikah itu butuh kesiapan? Bukankah dua insan akan di pertemukan pada waktu yang tepat? Sebab menikah bukan layaknya sebuah perlombaan. Siapa cepat, dia yang menang. Kenapa sih, repot banget nanya kapan nikah? Apa tujuannya? Jika peduli, harusnya doakan yang terbaik, bukan malah seakan memojokkan. Membuat hati dan pikiran orang yang ditanya bertengkar.
Kadang saya bingung, ketika banyak yang menanyakan pertanyaan ini. Padahal, semua telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Jodoh, maut, rezeki, itu sudah ada yang mengatur. So, untuk apa sih mengatur takdir orang lain? Cobalah bertanya hal yang memang tidak akan menimbulkan konflik batin terhadap yang ditanya. Misal, ajak ngobrol tentang traveling, agama atau lainnya. Jangan melulu sibuk bertanya kapan nikah.
Banyak hal yang membuat seseorang memilih belum jua melangsungkan pernikahan di antaranya adalah ingin memiliki pasangan yang mapan dulu, menyelesaikan study, ingin menikah tapi belum bertemu jodohnya, dan lainnya. Yang pasti, seseorang belum menikah karena takdir belum memihak padanya. Mereka belum menikah dan kamu sudah menikah, lantas tidak bisa dibenarkan untuk bully yang belum menikah. Mereka punya hati. Meskipun terkadang candaan dari pertanyaan, "KAPAN NIKAH?!" Beberapa orang masih bisa menanggapi dengan dewasa, tapi tidak sedikit yang sering kepikiran. Seharusnya, pertanyaan tersebut tak melulu dipakai sebagai senjata dalam sebuah penyerangan, candaan atau hal yang berdampak mengganggu kejiwaan seseorang.
Jika ada pertanyaan yang ditujukan padaku, lebih baik menikah dengan orang dari status ekonomi seadanya tapi kaya hati atau menikah dengan orang kaya harta tapi sombong—yah, saya lebih memilih yang sederhana tapi selalu humble. Saya lebih senang berjuang bersama daripada harus datang karena menginginkan kekayaan harta tak menjamin bahagia, tapi rasa syukur yang tiada terkira dan menerima baik-buruknya pasangan adalah poin utama dalam sebuah hubungan. Tidak sedikit orang yang mengejar harta, ketika harta telah habis—maka semua tinggal kenangan.
"Cintailah pasanganmu apa adanya, bukan ada apanya. Semangati di kala susah, bukan tinggalkan dan cari pengganti. Lukamu adalah lukaku. Aibmu adalah aibku. Jadilah suami-istri yang bisa menjaga aib suami atau istrinya."
Teruntuk sesiapun yang masih silau dengan harta, masih sibuk memamerkan apa yang sebenarnya bukanlah miliknya. Saudaraku, tahukah kamu bahwa ada yang lebih berharga daripada kekayaan (uang, emas, dan sejenisnya)? Apa itu? Jawabannya adalah KELUARGA! Mungkin ada yang masih ingat film "Keluarga Cemara" dan kalian pasti tahu soundtrack lagunya.
"Harta yang paling berharga, adalah keluarga."
Yah, kurang lebih, itulah potongan dari lirik lagunya.
Cerita sedikit, ya!
Percaya atau tidak, saya merasa dekat dengan sosok ayah, saat saya sudah kuliah, tahun 2011. Dan lebih sering ngobrol sama ayah, sejak lulus kuliah, tahun 2014 sampai sekarang. Saya akui, kalau saya mendapatkan semua yang saya inginkan. Tapi saya tidak bisa merasakan betapa bahagianya jika keluarga saya lengkap, kumpul bersama. Karena ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya. Sampai waktu saya baru lahir, bukan ayah yang pertama kali azan di telinga saya, melainkan paman.
Meskipun ayah selalu meluangkan waktu untuk mengisi waktu luang saat cuti dengan berlibur bersama anak-anak dan istrinya. Tapi itu tidak cukup! Karena sesungguhnya seorang anak HANYA AKAN BAHAGIA SAAT BISA KUMPUL BERSAMA KELUARGANYA. Seseorang yang sangat dekat dengan saya pun pernah bercerita dan membuat air mata menetes. Dan dialah orang yang membuat hidup saya lebih baik dengan memaknai arti kesederhanaan. Dia tidak kaya harta, bukan terlahir dari keluarga konglomerat, tapi dia memiliki hati yang besar.
Oleh karenanya, hati saya tergoncang pabila ada yang menghina dia dan keluarganya. Banyak hal yang ingin saya ungkapkan, tapi satu hal yang ingin saya sampaikan, "SERINGLAH TENGOK ANAK-ISTRI SESIBUK APA PUN DAN SEBANYAK APA PUN PEKERJAANMU. SEBAB, KEBAHAGIAAN TAK MELULU SOAL UANG!"
Oleh karenanya, hati saya tergoncang pabila ada yang menghina dia dan keluarganya. Banyak hal yang ingin saya ungkapkan, tapi satu hal yang ingin saya sampaikan, "SERINGLAH TENGOK ANAK-ISTRI SESIBUK APA PUN DAN SEBANYAK APA PUN PEKERJAANMU. SEBAB, KEBAHAGIAAN TAK MELULU SOAL UANG!"
0 Response to "Kesal Ditanya Kapan Nikah"
Posting Komentar