-->

Diary Dua Musim: Tidak Buta Tapi Gea sakit Apa?

Illustrasi by image Princess Meymey

Sang Surya hari ini seperti enggan menyapa. Ada luka yang tak berdarah. Ada hati yang telah patah. Ada kecewa yang belum terungkap. Ada tangis yang tersembunyi. Pagi hari ini, hasil pemeriksaan laboratorium Gea akan disampaikan dokter. Dokter memeriksa kondisi Gea kembali, semua orang diminta untuk meninggalkan ruangan, hanya ada dokter, suster dan Gea di sana.

Di luar ruangan, banyak bola mata yang saling beradu, menyunggingkan senyum tipis dengan wajah harap-harap cemas. Napas ibunda Gea terasa sesak, air mata sampai me-ngering. Pak Raka merangkulnya dengan perasaan yang sama, memikirkan putri semata wayang yang sedang ter-baring lemah di ruang yang benar-benar sesak.

Satu jam kemudian, dokter dan suster keluar ruangan. Semua orang beranjak menghampiri dokter, dokter meminta kedua orang tua Gea untuk ikut bersamanya. Sedangkan Gea, dititipkan kepada teman-temannya untuk tetap terjaga.

Haris kembali merenung, mencari tahu penyebab Gea bisa sampai seperti ini. Apakah benar ini kesalahannya. Dan Melisha, merasa bersalah yang dia sendiri pun tidak mengerti apakah kesalahannya pada Gea tersebut yang menyebabkan sahabat kecilnya itu masuk rumah sakit atau ada faktor lain.

Semua masih menjadi misteri, hanya menduga yang sulit ditebak. Jika Gea marah karena Melisha dan Haris menjadi teman dekat bahkan beberapa kali sering pulang bareng, rasanya tidak mungkin. Sebab, Gea pun mengetahui kedekatan mereka dengan baik, sering pergi bersama hanya untuk travelling.

Tiba-tiba terdengar suara pecahan gelas dari dalam ruangan. Semua teman-teman Gea langsung menuju ruangan. Ternyata Gea ingin mengambil air minum, tapi tangannya gemetar, hingga akhirnya gelas yang memang jelas sangat dekat dengannya pun terjatuh. Haris berusaha mengambil-kan air minum untuk Gea. Baru satu langkah, Gea langsung mencegah dengan mengangkat tangannya ke arah Haris dan meminta Mayang yang mengambilkan air minum.

Haris mengembuskan napas berat dengan tatapan penasaran. Pikirannya penuh tanda tanya. Akhirnya Haris meninggalkan ruangan, disusul dengan Melisha. Sedangkan kedua orang tua Gea, masih berbincang serius di ruangan dokter. Ibunya Gea pingsan setelah mendengar penjelasan dokter tentang penyakit yang anaknya derita.

Dokter memeriksa keadaan istrinya Pak Raka. Sosok lelaki yang tegar pun bisa menangis karena terlalu banyak lika-liku kehidupan yang dilalui. Pak Raka semakin terpukul dan merasa sangat bingung. Satu sisi, putri tercinta sedang berjuang melawan sakitnya dan di sisi lain, sang istri men-jadi ikut sakit karena kepikiran anak tunggal mereka.

Makin banyak teka-teki yang harus dipecahkan, membuat Pak Raka benar-benar dilema. Pak Raka ke musala untuk mengadu pada Sang Pencipta. Deraian air mata menetes, tak kuasa menahan beban yang sedang dihadapi. Ditambah, biaya rumah sakit yang begitu mahal dan kondisi ekonomi sedang tidak baik. Allah benar-benar menguji kesabaran keluarga Pak Raka untuk tetap kuat dan tegar. Sebab, jika terlihat lemah, bagaimana bisa dia menguatkan kedua perempuan yang sangat dicintai.

***

Di taman rumah sakit, terlihat Haris dan Melisha sedang duduk sambil melihat orang-orang di sekitar sedang berlalu-lalang dengan menikmati kisah hidupnya masing-masing.

"Mel, sebenarnya aku salah apa, sampai Gea tidak mau bicara bahkan menatapku pun enggan." Haris tanpa sadar sudah mengeluarkan cairan bening dari bola matanya.

"Jangan bertanya padaku, Ris. Bahkan kamu sendiri melihat dengan jelas, Gea juga marah padaku. Kesalahan apa yang kita lakukan hingga membuatnya marah besar. Pacar-an? Kita tidak berpacaran. Berbohong? Bohong tentang apa? Entahlah! Aku menjadi semakin bingung." Melisha memejam-kan mata dan menutupnya dengan kedua telapak kanan.

"TIDAK MUNGKIN ADA ASAP, KALAU TIDAK ADA API."

Yah, pribahasa tersebut sangat cocok untuk kondisi saat ini.

Kembali ke suasana yang masih menegangkan. Pak Raka baru saja selesai berdoa, menghampiri sang istri yang juga terbaring di ruangan Gea; sengaja disatukan agar mudah menjaganya. Gea meminta untuk mendekat di kasur ibunya. Sang ibu mencegah dan langsung mengambil infus, lalu menghampiri Gea.

"Nak, tidak perlu khawatirkan keadaan ibu. Ibu akan baik-baik saja selama putri cantik ini baik."

"Ibu kenapa?" Gea menatap ibunda tercinta dengan mata berbinar. Ibunya memeluk Gea dengan erat dan mencium kening Gea, penuh cinta.

Beberapa teman Gea sudah pulang, kecuali Mayang, Melisha dan Haris. Pak Raka melihat kedua bidadarinya yang saling berpelukan, tersenyum tapi masih ada kecemasan dalam dirinya. Dia menghampiri dan juga memeluk keduanya. Mayang keluar mencari Haris dan Melisha, hingga me-nemukan kedua sahabatnya itu.

"Kalian ngapain di sini? Ayo, masuk! Sebentar lagi hujan turun."

"Gea sudah makan dan minum obat belum, May?" tanya Melisha.

"Sudah, kok!"

"Apa kamu sudah tahu, sebenarnya Gea sakit apa?" tanya Haris, seakan mengintimidasi.

"Duh, biasa aja, dong, Ris! Matanya nggak gitu juga, kali," ucap Mayang sambil tertawa.

"Hmm, Mayang selalu gitu, nggak bisa apa, kalau nggak bercanda sebentar!" gerutu Haris.

"Tahu, nih! Serius dulu, sih, May. Kamu pasti mengetahui sesuatu tentang sakit Gea, termasuk penyebab Gea marah kepadaku dan Haris?" Melisha begitu yakin dengan ucapannya.

"Loh, kenapa aku jadi seakan disidang begini! Emangnya aku salah apa?" Lagi-lagi Mayang mengalihkan pembicaraan dengan kebiasaannya yang terus bercanda. Orang serius, dia selalu bercanda.

"Makanya, cerita dulu kenapa sama kami. Biar nggak ada tanda tanya terus di kepala ini. Ayolah, May! Please, beritahu kami!" pinta Melisha dengan muka memelas.

Belum sempat menceritakannya, percikan dari langit tiba-tiba turun dan semakin deras. Akhirnya, mereka bertiga langsung berlari dan menuju ruangan Gea. Pun orang-orang yang sedang berada di taman, semua beranjak dari tempatnya masing-masing untuk berteduh.

Tiba di depan kamar peristirahatan Gea, Mayang, Melisha dan Haris tidak langsung masuk karena tidak ingin mengganggu kehangatan keluarga yang sedang berpelukan dalam suasana dingin seperti sekarang. Angin berteriak saling bersahutan pada suara kodok yang sedang kedinginan di bawah rerimbunan rumput-rumput taman. Hari ini, satu harapan semua orang, pelangi pasti akan tersenyum kembali menyapa dunia.

***

Hasil pemeriksaan dari sampel darah Gea, tidak menunjukkan masalah pada matanya. Hanya saja, ada sesuatu hal yang membuatnya menjadi lemah seperti sekarang. Rasa sakit yang tiba-tiba muncul, lalu menghilang; membuat Gea semakin bertanya-tanya tentang sakit yang diderita. Akan tetapi, ketika Gea bertanya tentang sakit yang diderita, tidak ada satu pun yang menjawab.

Hari sudah malam, Gea tertidur pulas setelah minum obat. Ibu Gea sudah bisa melepaskan infus di tangannya. Orang yang paling penting dalam hidup Gea, nampak bicara serius di suatu ruangan. Sedangkan, ketiga teman GeaMayang, Melisha dan Haristerjaga untuk memastikan kalau Gea baik-baik saja.

"Bu, apa pun yang akan terjadi nantinya pada Gea, kita harus ikhlas."

Ibu Gea terdiam. Bersandar dibahu suaminya dengan deraian air mata.

"Bu, jangan tunjukan kesedihan ini ketika bersama Gea, ya!" pinta Pak Raka.

Tangisan perempuan paruh baya itu semakin terisak. Pak Raka memeluknya sangat erat. Serasa sedang berada dalam film drama Korea, India atau sebuah film romantis lainnya. Kehidupan ini memang penuh dengan teka-teki. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok, bahkan berapa jam kemudian. Nikmati perjalanan hidup sesuai skenario Allah. Meski seakan terasa sepi, gelap mencekam, hanya terasa dingin dipeluk malam, kedinginan karena langit habis menangis bahkan masih ada rintik-rintik yang turun.[]

Catatan : Jika ada persamaan baik tokoh maupun isi cerita, mohon maaf karena ini hanya kisah fiktif belaka. Gambar pun hanya sebagai illustrasi pendukung cerita. Terima kasih sudah mampir di situs sederhana Princess Meymey, semoga ceritanya menginspirasi.

Baca cerita sebelumnya di sini.

0 Response to "Diary Dua Musim: Tidak Buta Tapi Gea sakit Apa?"

Posting Komentar