Dunia Perfilman Selalu Ramai Diperbincangkan Masyarakat
Selasa, 30 April 2019
Add Comment
![]() |
Sumber foto: pontianak.tribunnews.com |
Lagi-lagi masyarakat sibuk ingin memboikot sebuah film Indonesia. Setelah film Ahok, Dilan dan film lainnya yang menuai banyak perhatian masyarakat agar tidak ditayangkan. Kali ini film 'Kucumbu Tubuh Indahku' yang ditulis dan sutradarai oleh Garin Nugroho yang dirilis pada tanggal 18 April 2019, beberapa petisi kekeh untuk menandatangani petisi pemboikotan film tersebut.
Berikut ini gambaran tentang film 'Kucumbu Tubuh Indahku' yang sedang ramai diperbincangkan.
Sinopsis
Kisah perjalanan hidup Juno sejak kecil hingga dewasa. Ia menjadi penari di sebuah desa di Jawa, yang terkenal sebagai desa Penari Lengger Lanang, sebuah tarian perempuan yang dibawakan penari laki-laki. Kehidupan Juno kecil adalah kehidupan peleburan tubuh maskulin dan feminin yang terbentuk alami oleh kehidupan desa dan keluarganya. Perjalanan hidupnya selanjutnya adalah perjalanan penuh trauma kekerasan tubuh. Trauma kekerasan politk yang dialami ayahnya menjadikan Juno hidup sendiri.
Kehidupan masa kecil Juno serba sendiri di desa miskin menjadikan dirinya menjadi ibu dan bapak bagi kehidupannya. Juno melihat banyak kekerasan yang muncul di sekitarnya. Trauma pertama terhadap kekerasan dialami ketika masuk dalam grup 'Tari Lengger' di desanya. Kekerasan menjadikan tubuhnya harus berpindah dari satu desa ke desa lain. Perpindahan yang menjadikan Juno bertemu banyak sosok manusia, dari petinju hingga maestro penari Reog. Perpindahan ini menjadikan tubuhnya mengalami beragam trauma kekerasan, dari trauma sosial hingga trauma kekerasan politik. Sebuah perjalanan tubuh yang membawanya menemukan keindahan tubuhnya.
Film ini diproduksi Ifa Isfansyah atas kerja sama Fourcolours dengan Go-Studio. Muhammad Khan dan Raditya Evandra menjadi aktor utama dengan dukungan pemain antara lain Rianto, Sujiwo Tejo, Teuku Rifnu Wikana, Randy Pangalila, Whani Dharmawan, Endah Laras, Fajar Suharno, dan Windarti.
Catatan:
Terpilih mengikuti kompetisi seksi Orizonti dari Festival Film International Venetia. Tayang perdana dunia 6-8 September 2018. Berbeda dengan keputusan lolos sensor tanggal 13 Desember 2018, hasil sensor tgl 23 Januari 2019: masa tayang 107 menit untuk 21 tahun ke atas.
Sumber :
Sebagai penulis, saya tidak bisa menilai secara menyeluruh mengenai film tersebut hanya dengan membaca atau melihat judul dan sinopsisnya. Sebab, banyak judul yang mengundang tanya dan penuh kontroversi padahal alurnya tak sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran seseorang ketika membacanya.
Saya sangat menyayangkan ketika ada yang menilai sebuah film hanya dengan membaca judulnya saja. Seperti yang saya dapati dari komentar seorang yang memiliki nama akun Yuyun Suryati. Dia berkomentar di status Jeane Risty yang mengirimkan petisi melalui change.org ke salah satu grup besar yang didirikan oleh Isa Alamsyah dan Asma Nadia. Grup tersebut diberi nama KOMUNITAS BISA MENULIS (KBM).
"Dari judulnya aja udah gak mendidik, vulgar. Bagaimana bisa bilang isi filmnya mau bagus, pesan moral apa yg mau disampaikan pada anak2 bangsa. Film yg judulnya wajar aja msh kadang diselipin dengan hal2 yg gak semestinya. Film Indonesia sudah bnyk yg gak jelas. Kasian generasi muda." Tulis Yuyun di kolom komentar.
Saya yang kebetulan sedang menjelajahi akun facebook dan memang anggota dari KBM Lampung menaggapi komentarnya dengan menuliskan komentar yang berisi, "maaf, jangan menilai sesuatu dari sisi judulnya, Mba." Tak lupa mention akun salah satu mahasiswa sastra di Universitas Mulawarman yang terletak di Samarinda, Kalimantan Timur yang bernama Anna Wandira.
Sebelum komentar saya ditanggapi oleh Anna, Yuyun Suryati lebih dulu membalas yang seakan dia sudah tahu bagaimana alur cerita dari film tersebut tanpa harus menontonnya. "Kucumbu Tubuh Indahku bagus ya judulnya. Selamat menonton ya kalo gitu." Tulis Yuyun. Tidak tahu apa yang ada dalam benaknya tentang saya ketika menanggapi komentar negatifnya.
Anna yang notabene-nya sering mabuk dengan meresensi berbagai jenis buku dan film karena tuntutan kuliah tidak segan-segan menanggapi.
"Saya tidak mau berkomentar banyak atas film karena saya belum menontonnya, dan saya tidak berani menjudge bahwa film tersebut "kotor", apalagi baru hanya melihat dari judulnya, sebab, masih banyak film lain yang menawarkan sisi gelapnya. Tapi penggambaran atas film bukan berarti mengajak. Kalau begitu, film PKI misalnya, mengajak kita untuk menjadi PKI, ya? Logikanya sesederhana itu. Kalau mau mengkritisi film pun, bicaralah yang ilmiah, jangan asal ikut-ikutan, apalagi cuma bisa marah-marah. Kebenaran tidak pernah final, barangkali mindset kita yang perlu diubah selama ini, untuk menerima hal-hal yang tabu, dan menyaringnya dengan hati-hati tanpa memojokkan pihak lain."
Seperti yang kita ketahui tentang peristiwa pemberontakan PKI 1948. Pemberontakan PKI 1948 atau yang juga disebut Peristiwa Madiun adalah pemberontakan komunis yang terjadi pada tanggal 18 September 1948 di kota Madiun. Untuk mengingat terjadinya peristiwa tersebut, maka dibuatlah film G30S/PKI.
Saya sangat menentang adanya LGBT. Akan tetapi, saya juga tidak setuju jika harus menilai sebuah karya sebelum mengetahui alur lengkapnya bagaimana. Baiklah, saya ibaratkan sebuah rumah. Apa menutup kemungkinan rumah yang terlihat mewah terdapat banyak kebahagiaan dibandingkan dengan rumah yang (maaf) hanya satu petak saja, layaknya kos-kosan atau kontrakan kecil? Jangan selalu menilai segala sesuatu dari satu sisi apalagi sisi negatif, cobalah lihat dari sisi positifnya. Apalagi sebuah karya. Ambil yang baik, buang yang buruk. [PM]
Penulis : Princess Meymey
0 Response to "Dunia Perfilman Selalu Ramai Diperbincangkan Masyarakat"
Posting Komentar