Belajar Buat Cerpen Dengan Tema Ramadan
Kamis, 23 Mei 2019
Add Comment
Kebahagiaan di Bulan Suci Ramadan
Oleh Princess Meymey (IDM)
Waktu kecil, keluarga sering menertawakannya karena dia sering memakai jilbab dengan baju lengan pendek. Walau begitu, dia merasa nyaman dengan penutup di kepalanya.
Hari cepat berlalu dan Irma yang dulu terlihat sangat polos, selalu bertutur kata yang lembut, kini telah beranjak remaja. Singkat cerita, sosok seorang wanita remaja ini adalah anak yang periang.
Tak terasa, bulan yang di tunggu-tunggu seluruh umat muslim sudah tiba. Bulan yang penuh berkah dan disebut juga sebagai bulan suci Ramadan.
Tepat pada pukul 02.00 WIB, terdengar suara bapak-bapak membangunkan warga untuk sahur.
“Sahur ...! Sahur ...! Sahur ...! Yang belum sahur, sahur lagi. Yang belum bangun, bangun lagi. Waktu imsak hari ini pukul 04.25 WIB dan sekarang masih jam 02.00 WIB. Sahur ...! Sahur ...!”
Ibu terbangun dan segera menyiapkan santapan makanan untuk disajikan. Aku turut serta membantu ibu menyiapkan makanan untuk sahur bersama. Ketika makanan sudah siap disajikan, aku hendak memanggil semua keluarga di rumah untuk segera makan sebelum waktu imsak tiba. Semua sudah kumpul di meja makan, ayah memimpin doa. Setelah selesai berdoa, kami mulai menyantap makanan yang sudah disajikan. Selesai makan, aku membantu ibu membereskan piring, gelas dan yang lainnya untuk dicuci.
Jarum jam terus berputar, tidak lama kemudian, suara azan subuh terdengar sangat jelas. Kami segera mengambil wudu untuk salat bersama yang di imami oleh kepala keluarga yakni ayahku sendiri. Setelah selesai, ibu mencium tangan ayah dan cipika-cipiki (cium pipi kanan dan kiri). Lalu, dilanjutkan dengan anak-anak mereka kecuali kakak laki-laki (Rully) dan kakak wanitaku (Ana).
Ayah bergegas mandi dan bersiap-siap untuk mengantarkan kami ke sekolah karena hari Sabtu. Setiap hari Sabtu, ayah tidak bekerja karena Bank Rakyat Indonesia (BRI) setiap Sabtu dan Minggu libur. Aku dan adik-adik juga bersiap-siap untuk pergi ke sekolah masing-masing. Sedangkan ibu, membantu ayah menyiapkan baju untuk dipakai adikku yang bungsu.
Sungguh baru kali ini aku merasakan makan bersama dengan ayah dan diantar ke sekolah. Sebelum ayah pindah tugas, beliau selalu sibuk dengan urusan kantornya. Kami hanya dapat bertemu dengan ayah ketika mengambil cuti. Allah sangat baik di sisa-sisa masa pensiun ayah karena beliau dipindahkan tugas yang kantornya dekat dengan sekolah adikku yang bernama Adella dan juga tidak begitu jauh dengan sekolahanku.
***
Tepat pada pukul 06.30 WIB, ayah sudah menunggu di dalam mobil. Ayah membunyikan klakson mobilnya, tanda kami harus masuk ke dalam mobil. Aku dan adik-adik berpamitan kepada ibu, lalu segera masuk ke dalam mobil.
Di sepanjang jalan sudah tersedia menu makan dan minuman untuk sajian berbuka puasa. Anak-anak bermain-main di jalanan. Ibu-ibu sibuk untuk belanja keperluan pada bulan puasa. Bapak-bapak sibuk bekerja bahkan lembur karena ada beberapa perusahaan yang mengejar target di bulan ramadan. Yang diantar ayah terlebih dulu adalah adikku-adikku.
Tiba di sekolah, aku berpamitan kepada ayah sambil mencium tangannya. Lalu, segera membuka pintu mobil. Saat itu adalah hari pengumuman kelulusanku, siswa dan siswi kelas XII semuanya sangat menunggu-nunggu hasilnya. Semuanya berpakaian muslim sesuai perintah kepala sekolah. Karena alhasil, pulang dari sekolah, pasti ada yang ikut konvoi dan mencoret-coret baju mereka.
Aku segera masuk ke kelas, teman-teman sedang asyik bercanda-ria. Semuanya bersikap tenang, meski kami tahu hari ini akan menjadi saksi atas keberhasilan ketika menghadapi Ujian Nasional (UN) dan telah berjuang mengikuti semua pelajaran yang diberikan oleh guru.
Suara bel berbunyi, tanda siswa dan siswi harus berkumpul di lapangan sekolah. Semua siswa dan siswi kelas XII, hendak keluar dari kelas masing-masing menuju lapangan. Kepala sekolah, guru-guru, staff tata usaha, kepala perpustakaan beserta staff perpustakaan sudah berada di lapangan untuk menyaksikan kelulusan kami. Seluruh siswa kelas XII yang tadi di kelas tampak ceria dan girang, kini memasang muka cemas. Apalagi mendengarkan pidato dari salah satu guru, bahwa ada beberapa siswa dan siswi yang tidak lulus. Bulu kudu merinding, jantung berdetak sangat cepat. Kepala perpustakaan yang bernama Bapak Thoha, mulai membagikan amplop yang berisi surat dinyatakan lulus atau tidak lulus.
“Harap jangan ada yang membuka amplop terlebih dahulu sebelum diberi aba-aba untuk membukanya,” kata kepala sekolah.
“Baik, Bu!” jawab dengan serentak.
Kami semua mulai tengok ke kanan dan kiri, saling pandang satu sama lain. Guru mulai memberikan aba-aba dan menghitung mundur.
“Tiga! Dua! Satu!”
Kami mulai membuka amplop, satu per satu sudah mulai membaca dan berteriak senang.
“Alhamdulillah, aku lulus!” Teriak teman-teman yang sudah membuka amplopnya.
Sedangkan aku, masih memejamkan mata kanan sambil membuka amplop itu perlahan-lahan. Kulihat dan baca isi dari surat pernyataan lulus, air mata bahagia pun menetes.
“Ayah! Ibu! Aku lulus,” ucapku senang.
“Bagaimana, Ma? Kamu pasti lulus juga, kan?” tanya Robba teman sekelasku.
“Aku lulus, Ba,” ucapku sambil menghapus air mata dan memeluknya.
Kami semua berpelukan satu sama lain, juga memeluk dan mengucapkan terima kasih kepada semua guru dan staff yang ada di sekolah.
Aku yang masih tersenyum dan menangis bahagia berkata dalam hati, “Terima kasih, ya ... Rabbi! Engkau Maha Baik dan aku akan memenuhi kewajiban seorang perempuan muslimah untuk mengenakan jilbab. Maafkan aku yang dahulu keluar dengan pakaian sedikit menampakkan apa yang tidak harus ditampakkan. Aku berjanji akan mengenakan jilbab ini sampai kapanpun."
Di bulan suci ramadan ini, Engkau telah memberikan kebahagiaan yang berlimpah kepadaku. Ayah yang dahulu tidak pernah ada waktu untuk keluarga meskipun hari libur, tetap sibuk karena ayah tugas di luar kota. Kini dapat meluangkan waktunya untuk kami. Kebahagiaanku kini lengkap dengan memutuskan mengenakan jilbab untuk selamanya. Malu jika aurat dilihat oleh yang bukan muhrim. Mengenakan celana pendek yang terkadang sering aku dimarahi ayah. Dan kini, aku harus memperbaiki semua kesalahan dan memohon ampun atas dosa-dosa yang pernah diperbuat. Baik di sengaja, maupun tidak sengaja.”
Seluruh siswa dan siswi kemudian diizinkan untuk pulang ke rumah masing-masing untuk memberitahukan berita bahagia atas kelulusan kami.[]
Lampung, Desember 2015
Kebahagiaan di Bulan Suci Ramadan [hal 73 - 80]
Penulis : Kang Mpie, dkk
Editing & Layout : Ribka Uli
Desain Cover : Sekarlangit Sudarmaji
Penerbit : Mawar Publisher
ISBN : 978-602-6931-02-3
Jumlah Halaman : vi + 200 hal; 13 x 19 cm
Cetakan I, Desember 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang.
0 Response to "Belajar Buat Cerpen Dengan Tema Ramadan"
Posting Komentar