-->

Lindungi Anak dan Adik Kita dari Eksploitasi dan Hilangkan Kejenuhan yang Melanda

Dok. Irma Dewi Meilinda

Dalam menyemarakkan Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2020, pada hari Kamis (23/07/2020) pukul 10.00 s.d 11.30 WIB, Harian Umum Lampung Post menyelenggarakan Webinar Series Spesial Hari Anak bersama Bunda PAUD Provinsi Lampung (Riana Sari Arinal) dan Manager Penerbit Erlangga Depo Lampung (Abdul Malik) dengan tema: "ANAK LAMPUNG GEMBIRA DI RUMAH" melalui zoom dan live di akun youtube Metro TV Lampung, yang di pandu oleh host dari salah satu Jurnalis Lampung Post sendiri yaitu Sri Agustina.

Acara tersebut menghadirkan tiga panelis yaitu Kabid Tumbuh Kembang Anak Dinas PPPA Provinsi Lampung (Ummu Hanifah, SSTP., MPA.), Psikolog Anak (Octa Reni Setiawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog), dan Aktivis Anak (Renvi Liasari, S.H., M.A.). Acara ini didukung penuh oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung dan Penerbit Erlangga.

Sejak Indonesia (katanya) adanya covid-19 yang dianggap pandemi, keadaan negara semakin kacau. Aktivitas berlangsung tak seperti biasanya, ruang gerak pun tak terkendali. Mengatasnamakan pandemi, berbagai tindak kriminal dan hal yang tidak wajar pun terjadi. Bahkan kekhawatiran terhada anak dan adik-adik membuat tidur tidak nyenyak, berpikir keras dan berharap tidak ada dampak buruk (negatif) pada anak akibat sekolah daring yang dihimbau oleh pemerintah.

Sebagai orang tua, kita pasti memiliki tantangan yang membuat overthinking ketika anak harus memegang ponsel selama belajar daring. Bukan hanya anak seusia PAUD, TK, dan SD saja; melainkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) pun sangat dikhawatirkan; khususnya khawatir kesehatan mental dan fisik anak jadi terganggu.

Renvi Liasari sebagai aktivis perempuan memaparkan tantangan pembelajaran jarak jauh untuk tenaga pendidik, anak, dan orang tua.

Pendidik: gap antara pengetahuan keterampilan dan fasilitas pembelajaran jarak jauh yang tidak merata.

Anak:
penugasan yang terlalu berat dengan waktu yang singkat jam belajar masih kaku, keterbatasan kuota untuk mengikuti pembelajaran daring sebagian tidak mempunyai gawai.

Orang tua:
35.2% orang Indonesia (93 juta orang masih tidak memiliki akses internet (2019) meskipun nyaris 47 juta rumah tangga memiliki akses terhadap internet, banyak orang tua yang tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan aplikasi tertentu, orang tua terbebani karena harus mendampingi anak belajar di rumah.

Dampak covid-19 terhadap anak adalah hilangnya akses pada pendidikan yang berkualitas. Seperti, siswa miskin dan rentan merupakan pihak paling terdampak oleh penutupan sekolah. Semakin lama anak tidak kembali ke sekolah akan meningkatkan resiko anak untuk tidak lagi kembali ke sekolah yang berpengaruh pada tingginya angka putus sekolah serta meningkatnya jumlah pekerja anak dan perkawinan anak.

Dampak covid-19 terhadap anak juga akan berpengaruh pada krisis keamanan dan pengasuhan.
  • Anak dalam situasi bencana rentan mengalami kekerasan dan eksploitasi.
  • Sebelum pandemi, tingkat kekerasan terhadap anak di Indonesia sudah tergolong tinggi: 60 persen anak usia antara 13 sampai 17 tahun menyatakan pernah mengalami satu bentuk kekerasan (fisik, psikis (emosional), atau seksual).
Dua dari tiga anak menyatakan pernah mengalami satu bentuk kekerasan.
Melihat banyaknya dampak negatif tersebut, maka apa yang harus dilakukan untuk melindungi anak di masa pandemi?
1. Memperkuat ketahanan keluarga
  • Membantu keluarga memenuhi kecukupan pangan dan kebutuhan gizi anak.
  • Mendukung orang tua untuk melakukan pengasuhan anak dengan bahagia.
  • Dukung anak agar tetap belajar sedikit tapi berkualitas, fokus pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang paling dibutuhkan.
  • Lindungi anak dari segala bentuk kekerasan, ekploitasi, dan pelecehan selama pandemi berlangsung.
2. Memperkuat fungsi komunitas
  • Memperkuat fungsi komunitas dalam mendukung keluarga memenuhi hak anak dan memberikan perlindungan terhadap anak.
  • Penguat peran dan fungsi PATBM dalam merespon dan menangani kasus-kasus anak yang terjadi.

Octa Reni Setiawati selaku Psikolog Anak mengharapkan anak tetap gembira. Himbauan pemerintah untuk menggunaan masker, hand sanitizer, stay at home (tetap tinggal di rumah),  dan social distancing (pembatasan sosial) membuat kita harus membatasi interaksi sosial kepada banyak orang, termasuk keluarga sendiri. Semua aktivitas dilakukan dari rumah, mulai dari kerja dari rumah, belajar dari rumah, bahkan beribadah pun di rumah saja.

Semua orang mengalami penyesuaian, termasuk anak-anak dan mereka harus melakukan belajar dari rumah dengan sistem daring, tidak bermain ke luar, dan tidak bertemu dengan teman-teman bahkan guru mereka. Lalu, apa yang mereka rasakan dampak dari ini semua? Bosan! Iya! Mereka akan merasa bosan.

Situasi pandemi ini merupakan salah satu ruang pembelajaran bagi anak dalam melewati tahap perkembanganya. Ini pun jadi tekanan yang besar bagi orang tua karena semua aktivitas dilakukan di rumah. Minggu demi minggu hingga bulan berlalu, kita masih terus berada pada situasi yang mengharuskan untuk tetap beraktivitas dari rumah. Ini tidak bisa dianggap remeh, apalagi jika orang tua merasakan stres atau tekanan terhadap situasi tersebut.

Anak-anak dalam situasi ini sedang menyesuaikan diri. Mereka belajar sambil mengerjakan berbagai tugas lain yang kadang terasa monoton dan membawa kejenuhan atau kebosanan. Kebosanan tersebut terjadi karena situasi lingkungan yang tidak menarik dan cenderung monoton. Jika kebosanan dibiarkan berlarut-larut, maka akan menjadi masalah yang serius. Masalah yang akan mengakibatkan perasaan depresi, tidak bahagia, menghambat perkembangan sosial, emosi, dan moral.

Oleh karenanya, keluarga adalah ruang terbaik bagi anak. Hal itu harus kita mulai dari peran serta dan ikatan positif anak dengan orang tua. Jika anak belum mengerjakan tugas atau belum memahami tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya, maka kita sebagai orang tua tidak semestinya memarahi mereka. Karena akan berdampak buruk pada mental atau psikis mereka.

Mengutip perkataan dari Lisa Eliot, Ph.D bahwa memarahi anak dapat mengganggu struktur otak anak pada masa golden age yaitu 2-3 tahun, suara keras dan membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan milyaran sel otak yang sedang tumbuh.

LALU, APA SAJA YANG BISA DILAKUKAN OLEH ORANG TUA SUPAYA ANAK-ANAK TETAP GEMBIRA?

Sumber: Octa Reni Setiawati

Author : Irma Dewi Meilinda (Princess Meymey)

0 Response to "Lindungi Anak dan Adik Kita dari Eksploitasi dan Hilangkan Kejenuhan yang Melanda"

Posting Komentar