Resensi Film Gulabo Sitabo (2020)
Minggu, 13 September 2020
Add Comment
Gulabo Sitabo adalah sebuah film India yang bergenre komedi-drama. Film dengan bahasa Hindi ini disutradarai oleh Shoojit Sircar, diproduksi oleh Ronnie Lahiri dan Sheel Kumar, serta ditulis oleh Juhi Chaturvedi. Film Gulabo Sitobo mengambil latar di Lucknow yang mana film ini dibintangi oleh artis papan atas bernama Farrukh Jaffar, Amitabh Bachchan dan Ayushmann Khurrana sebagai pemeran utama. Karena pandemi COVID-19, film ini tidak dirilis secara teatrikal, tetapi di prime video di seluruh dunia pada tanggal 12 Juni 2020.
Film berdurasi 124 menit ini semakin membuat penonton terbawa pada alurnya dengan disuguhkan lagu-lagu dari Shantanu Moitra, Abhishek Arora, dan Anuj Garg.
Dibintangi :
Farrukh Jaffar sebagai Fatima Begum
Amitabh Bachchan sebagai Chunnan Mirza Nawab
Ayushmann Khurrana sebagai Baankey Rastogi
Vijay Raaz sebagai Gyanesh Shukla, Pejabat Pemerintah
Brijendra Kala sebagai Christopher Clark, Pengacara
Srishti Shrivastava sebagai Guddo
Nalneesh Neel sebagai Sheikhu
Tina Bhatia sebagai Dulahin
Mohammad Naushad sebagai Dalang
Archana Shukla sebagai Susheela
Ananya Dwivedi sebagai Neetu
Ujali Raj sebagai Payal
Sunil Kumar Verma sebagai Mishra ji
Azad Mishra sebagai Sayyad
Uday Veer Singh Yadav sebagai Munna Saxena
Poornima Sharma sebagai Fauzia
Shi Prakash Bajpai sebagai Pandey ji
Poonam Mishra sebagai Mishrain
Jogi Mallang sebagai Munmun ji
Trilochan Kalra sebagai Sinha
Behram Rana sebagai Abdul Rehman
Zia Ahmed Khan sebagai Dokter
Review Film Gulabo Sitabo
Chunnan Mirza Nawab adalah seorang lelaki tua pelit yang dianggap oleh kebanyakan sebagai orang kikir yang rakus. Istrinya, Fatima Begum berusia 17 tahun lebih tua darinya adalah pemilik Fatima Mahal—sebuah rumah kumuh di Lucknow yang kamar-kamarnya disewakan kepada berbagai penyewa—banyak di antaranya tidak membayar sewa yang sesuai. Begum meninggalkan Mirza dengan tanggung jawab merawat properti, tetapi Mirza tidak sabar menunggu kematian Begum, sehingga mansion dapat diwariskan kepadanya.
Baankey Rastogi adalah penyewa miskin mansion yang tinggal bersama ibu dan tiga saudara perempuannya. Dia memiliki toko penggilingan gandum dan secara konsisten membuat alasan serta klaim mengapa tidak dapat membayar sewa yang telah lama jatuh tempo meskipun ditagih bahkan lebih rendah dari semua penyewa lainnya. Hal itu membuat Mirza kecewa. Akibatnya, Mirza memarahinya untuk membayar iuran setiap kali mereka berpapasan. Hal ini menyebabkan Baankey menjadi sering kesal dan dalam ledakan kemarahan, dia menendang dinding blok toilet yang runtuh.
Kemarahan Mirza, menuntut Baankey membayar penuh biaya perbaikan. Namun Baankey tetap saja tidak membayar, jadi Mirza berusaha membuat hidup dia dan keluarganya sengsara dengan segala cara yang mungkin dapat dilakukan. Ini adalah pukulan terakhir bagi Baankey yang bersumpah untuk membalas dendam pada Mirza. Dia mendapat kesempatan saat Gyanesh Shukla seorang arkeolog yang bekerja untuk pemerintah menyadari nilai historis dari properti tersebut. Dia segera membuat rencana untuk merebutnya, mengusir semua orang yang tinggal di sana, dan menyatakannya sebagai situs warisan milik pemerintah. Gyanesh menjelaskan rencananya kepada Baankey, mengklaim bahwa akomodasi alternatif akan disediakan bagi mereka yang digusur. Baankey menyadari bahwa Mirza pada akhirnya akan kehilangan cengkeramannya di mansion, jadi dia mendukung Gyanesh dengan motifnya.
Mirza mengetahui situasi yang sedang terjadi, dia sampai menyewa pengacara lokal, Christopher Clark. Mirza berencana untuk mendapatkan kepemilikan rumah yang ditransfer ke dirinya sendiri setelah Begum meninggal, sehingga dia dapat mengusir penyewa dan menjaga rumah untuk dirinya sendiri. Setelah upaya yang panjang untuk melacak siapapun di keluarga Begum yang dapat mewarisi rumah itu—bukan dirinya—langkah terakhir adalah mendapatkan salinan sidik jari tangan kiri Begum. Mirza berhasil memperoleh sidik jari dari Begum yang sedang tidur, tetapi sidik jari tersebut berasal dari tangan yang salah. Dia malah memalsukan cetakannya.
Setelah memperhatikan keadaan rumah yang rusak, Christopher memperkenalkan Mirza kepada Munmun—seorang pengembang kaya yang bersedia membeli rumah besar itu—menghancurkannya dan membangun kompleks perumahan modern di atas tanah. Christopher mengklaim bahwa Mirza akan mendapatkan sejumlah uang untuk ini, jadi kesepakatan menyetujuinya dilakukan dengan tergesa-gesa.
Sayangnya, tawaran Gyanesh untuk perumahan alternatif untuk Baankey dan penyewa lainnya adalah klaim palsu. Gyanesh membawa beberapa orang untuk menyatakan rumah itu sebagai situs warisan dan juga mengatakan bahwa semua penyewa harus mengosongkan rumah tersebut. Perdebatan dan pertengkaran dimulai saat Baankey dan para penyewa sangat marah karena mereka tidak akan mendapatkan perumahan alternatif seperti yang sudah dijanjikan. Kemudian Christopher datang bersama Munmun dan para pengembangnya, serta membawa koper penuh uang untuk Mirza dan penyewa. Mirza melihat penyewa mengambil sebagian uang dan duduk di atas koper, dia menyatakan bahwa semua uang itu adalah miliknya. Hal itulah yang menyebabkan pertengkaran yang sengit.
Lalu, tiba-tiba terganggu saat seorang pelayan mengumumkan bahwa Begum telah pergi. Mirza turut berdukacita pada awalnya, mengira Begum memang telah meninggal dan rumah itu sekarang menjadi miliknya. Namun, surat Begum (awalnya keliru sebagai wasiat) mengungkapkan Begum masih hidup, setelah kawin lari dengan kekasih lamanya—Abdul Rehman—dan menjual rumah itu kepadanya untuk mendapatkan satu rupee untuk melestarikannya. Hal itu salah satu cara untuk menggagalkan rencana Mirza.
Semua orang pindah, tertekan karena harus meninggalkan rumah tua itu. Hal ini diperburuk oleh mereka yang dikucilkan ketika Begum kembali ke mansion untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-95 tahun. Begum meninggalkan kursi antik untuk Mirza dan dia berkata kepada Baankey bahwa dia menjualnya secara lokal seharga 250 rupee. Film tersebut kemudian ditutup dengan menampilkan kursi di toko barang antik Mumbai dengan harga 135.000 rupee.
Dari film inilah kita bisa menyimpulkan bahwa di dunia ini bukanlah harta atau kekayaan yang dicari, melainkan adanya kebersamaan dengan orang-orang terdekat. Kaya tapi sendiri, hanya akan membuat kita merasa kesepian. Namun ada orang terdekat meski tak begitu bergelimang harta, hidup akan terasa lebih berarti. Film ini juga mengajarkan kita untuk tidak menjadi manusia yang haus akan harta warisan karena warisan dari yang akan atau sudah meninggalkan kita lebih dulu, tak melulu soal harta tapi bisa berbentuk pelajaran dalam hidup seseorang. Film ini rekomen banget untuk ditonton semua kalangan. [PM/IDM]
0 Response to "Resensi Film Gulabo Sitabo (2020)"
Posting Komentar