Jeritan Pebisnis Online
Senin, 07 Januari 2019
Add Comment
Seiring perkembangan zaman, semua serba praktis termasuk orang-orang zaman now yang lebih suka belanja online daripada harus capek-capek pergi keluar. Malas masak aja, udah ada go-food. Mau ke luar kota tapi males antre ke loket untuk dapat tiket pesawat, ada apk traveloka dan sejenisnya. Mau pergi ke suatu tempat, males nyetir atau memang tidak punya kendaraan pribadi? Tenang! Ada gojek dan grab. Dan pelayanan lainnya. Tapi dalam artikel kali ini, saya mau sharing pengalaman jualan online yang cukup menguras tenaga, waktu, pikiran dan emosi (kudu banyak sabar say!).
Sekitar dua bulan yang lalu, ada salah satu calon konsumen yang lagi-lagi menguji kesabaran saya. Sayangnya chat sudah saya hapus, tadinya niat mau sekalian posting tapi ya, dipikir-pikir lagi, buat apa?
Waktu itu ada buibu, sebut saja namanya 'Bulan' chat di saat saya sedang sibuk-sibuknya urus order pesanan buku dan urus naskah-naskah penulis yang mau terbit. Karena lama balas, beliau terus spam chat dan telepon saya. Duh, kalau melihat semangatnya biar chat dibalas, sepertinya Bu Bulan minatnya tinggi mau belanja. Saya berhenti sejenak dari kesibukan itu, segera membalas chatnya Bu Bulan. Walah dalah, sudah chat panjang kali lebar kali tinggi jadinya luas, ehh ... ada kata-kata yang buat saya kesel. Dari awal sudah saya duga, dia cuma mau ngerjain doang! Kira-kira beginilah chatnya.
Mba, jilbab ukuran XL berapa ya harganya yang model ....?
(Saya lupa dia bilang ukuran berapa, anggap saja ukuran XL)
Saya pun antusias kan ya, menjawab dengan detail pertanyaannya. Lalu, beliau minta real pict. Oke, saya kirimkan!
Lalu, dia tanya, "Ini merk jilbabnya apa, Mba?"
Dari sini saya, darah saya seakan mendidih. Emosi tingkat selermon! Tapi nahan emosi dan jawab pertanyaan yang memang dia sudah tahu jawabannya. Lalu, apa balasan buibu itu? Beliau sambil tertawa dan minta foto jilbabnya (lagi) tapi harus terlihat tulisan merk jilbabnya (soalnya saya jualan jilbab juga). Oke, fine! Saya ikuti mau dia. Bu Bulan pun bertanya harga dan ongkir. Saya tanya, nama alamatnya. Dijawab nama tempat yang memang luas, jadi harus lengkap. Eh, dia malah tanya-tanya lain. Kirain saya mau nipu kali yes! Atuh, gue yang pernah ditipu!
Dengan rasa kesal, saya bilang kalau amanah dan nyuruh tuh buibu songong buat cari nama saya di Mbah Google, pun nama penerbit saya. Adakah keluhan penipuan? Dan dia nampak, seakan menunjukkan kalau dia percaya bahwa saya amanah.
Pesan akhirnya apa guys! Ini yang mungkin juga dialami oleh para olshop yang lain.
"Oh, maaf, Mba! Saya nggak jadi beli." Dengan dia membandingkan harga yang biasa dia beli.
Saya jawab ketus lah, karena saking emosinya. Dia malah dengan santai bilang gini, "Yah, nasib penjual mah gitu kan, Mba? Saya kan cuma tanya aja, belum tentu kan orang nanya, mau beli."
Nih, saya kasih ulasan sedikit buat pencerahan pelaku belanja online biar nggak seenaknya sama olshop!
Pertama, saat ada konsumen, kami (para olshop) berusaha ramah untuk melayani konsumen. Meski kadang berujung buat emosi. Saya pribadi, kalau memang cuma tanya doang ya, tidak masalah, tapi awal chatnya bilang dong, kalau tanya-tanya dulu, nggak perlu berbelit-belit yang ujung-ujungnya cuma mau bandingin harga doang!
Kedua, ketika konsumen sudah deal. Oke, pedagang catat data pesanannya. Dan segera mungkin mengirim barang pesanan konsumen. Ketika barang sudah dikirim, resi pun diberikan pada konsumsn. Sudah selesai tugas olshop. Yang mau saya tekankan, ketika barang sudah dikirim, itu tanggung jawab tim ekspedisi atas lamanya pengiriman. Tapi ini malah kadang langsung komplen ba bi bu be bo. Coba tenang dulu. Cek resi pengiriman biar tahu barang sudah sampai mana, jangan langsung marah-marah pedagang yang lagi cari rezeki melalui olshop.
Ketiga, ada beberapa teman olshop ngeluh, bukti pengiriman palsu! Wah, ini namanya penipuan! Hindari deh, yang begini.
Keempat, jangan biasakan minta cepet terus, karena pebisnis/pedagang juga butuh rehat. Pengalaman saya, lagi sakit, udah bilang mau rehat dulu. Tapi konsumen minta buru-buru, ini kasus penerbitan. Akhirnya, saya kerjakan dengan pikiran yang lagi tak karuan. Kirain tidak akan ada cacat. Eh, ketika sudah cetak, ada yang salah. Oke, diperbaiki. Masih mending ketika buku belum sampai di tangan konsumen cek ulang ada yang salah, pernah buku sudah di tangan konsumen, akhirnya retur. Digantilah dengan yang baru. Di sini siapa yang rugi? Yah, saya dan tim! Tenaga, waktu, pikiran dan biaya seakan tak dihargai ketika ada konsumen yang seenak jidat.
Kelima, ambil kasus Bu Bulan. Coba deh, kita tukar peran. Gimana rasanya nahan sabar sebagai penjual, selalu minta maaf meski kadang kesalahan ada pada konsumen.
Banyak sih lika-liku yang dihadapi pejuang receh melalui online. Saya pribadi, semoga nggak ketemu KONSUMEN NYEBELIN lagi, dah! Capek hati dan pikiran aja. Duh, maafkeun saya yang curcol, hehe!
Sekitar dua bulan yang lalu, ada salah satu calon konsumen yang lagi-lagi menguji kesabaran saya. Sayangnya chat sudah saya hapus, tadinya niat mau sekalian posting tapi ya, dipikir-pikir lagi, buat apa?
Waktu itu ada buibu, sebut saja namanya 'Bulan' chat di saat saya sedang sibuk-sibuknya urus order pesanan buku dan urus naskah-naskah penulis yang mau terbit. Karena lama balas, beliau terus spam chat dan telepon saya. Duh, kalau melihat semangatnya biar chat dibalas, sepertinya Bu Bulan minatnya tinggi mau belanja. Saya berhenti sejenak dari kesibukan itu, segera membalas chatnya Bu Bulan. Walah dalah, sudah chat panjang kali lebar kali tinggi jadinya luas, ehh ... ada kata-kata yang buat saya kesel. Dari awal sudah saya duga, dia cuma mau ngerjain doang! Kira-kira beginilah chatnya.
Mba, jilbab ukuran XL berapa ya harganya yang model ....?
(Saya lupa dia bilang ukuran berapa, anggap saja ukuran XL)
Saya pun antusias kan ya, menjawab dengan detail pertanyaannya. Lalu, beliau minta real pict. Oke, saya kirimkan!
Lalu, dia tanya, "Ini merk jilbabnya apa, Mba?"
Dari sini saya, darah saya seakan mendidih. Emosi tingkat selermon! Tapi nahan emosi dan jawab pertanyaan yang memang dia sudah tahu jawabannya. Lalu, apa balasan buibu itu? Beliau sambil tertawa dan minta foto jilbabnya (lagi) tapi harus terlihat tulisan merk jilbabnya (soalnya saya jualan jilbab juga). Oke, fine! Saya ikuti mau dia. Bu Bulan pun bertanya harga dan ongkir. Saya tanya, nama alamatnya. Dijawab nama tempat yang memang luas, jadi harus lengkap. Eh, dia malah tanya-tanya lain. Kirain saya mau nipu kali yes! Atuh, gue yang pernah ditipu!
Dengan rasa kesal, saya bilang kalau amanah dan nyuruh tuh buibu songong buat cari nama saya di Mbah Google, pun nama penerbit saya. Adakah keluhan penipuan? Dan dia nampak, seakan menunjukkan kalau dia percaya bahwa saya amanah.
Pesan akhirnya apa guys! Ini yang mungkin juga dialami oleh para olshop yang lain.
"Oh, maaf, Mba! Saya nggak jadi beli." Dengan dia membandingkan harga yang biasa dia beli.
Saya jawab ketus lah, karena saking emosinya. Dia malah dengan santai bilang gini, "Yah, nasib penjual mah gitu kan, Mba? Saya kan cuma tanya aja, belum tentu kan orang nanya, mau beli."
Nih, saya kasih ulasan sedikit buat pencerahan pelaku belanja online biar nggak seenaknya sama olshop!
Pertama, saat ada konsumen, kami (para olshop) berusaha ramah untuk melayani konsumen. Meski kadang berujung buat emosi. Saya pribadi, kalau memang cuma tanya doang ya, tidak masalah, tapi awal chatnya bilang dong, kalau tanya-tanya dulu, nggak perlu berbelit-belit yang ujung-ujungnya cuma mau bandingin harga doang!
Kedua, ketika konsumen sudah deal. Oke, pedagang catat data pesanannya. Dan segera mungkin mengirim barang pesanan konsumen. Ketika barang sudah dikirim, resi pun diberikan pada konsumsn. Sudah selesai tugas olshop. Yang mau saya tekankan, ketika barang sudah dikirim, itu tanggung jawab tim ekspedisi atas lamanya pengiriman. Tapi ini malah kadang langsung komplen ba bi bu be bo. Coba tenang dulu. Cek resi pengiriman biar tahu barang sudah sampai mana, jangan langsung marah-marah pedagang yang lagi cari rezeki melalui olshop.
Ketiga, ada beberapa teman olshop ngeluh, bukti pengiriman palsu! Wah, ini namanya penipuan! Hindari deh, yang begini.
Keempat, jangan biasakan minta cepet terus, karena pebisnis/pedagang juga butuh rehat. Pengalaman saya, lagi sakit, udah bilang mau rehat dulu. Tapi konsumen minta buru-buru, ini kasus penerbitan. Akhirnya, saya kerjakan dengan pikiran yang lagi tak karuan. Kirain tidak akan ada cacat. Eh, ketika sudah cetak, ada yang salah. Oke, diperbaiki. Masih mending ketika buku belum sampai di tangan konsumen cek ulang ada yang salah, pernah buku sudah di tangan konsumen, akhirnya retur. Digantilah dengan yang baru. Di sini siapa yang rugi? Yah, saya dan tim! Tenaga, waktu, pikiran dan biaya seakan tak dihargai ketika ada konsumen yang seenak jidat.
Kelima, ambil kasus Bu Bulan. Coba deh, kita tukar peran. Gimana rasanya nahan sabar sebagai penjual, selalu minta maaf meski kadang kesalahan ada pada konsumen.
Banyak sih lika-liku yang dihadapi pejuang receh melalui online. Saya pribadi, semoga nggak ketemu KONSUMEN NYEBELIN lagi, dah! Capek hati dan pikiran aja. Duh, maafkeun saya yang curcol, hehe!
0 Response to "Jeritan Pebisnis Online"
Posting Komentar