-->

Bijaklah Menjadi Orang Tua



Halo, sahabat blogger! Saya ingin membahas soal izin memberikan hp pada anak dan pengaruh kata atau kalimat negatif yang harus dihindari. Kita memang tidak bisa membandingkan zaman dulu dengan sekarang, tetapi buat evaluasi bersama dalam pendidikan. Dan untuk masalah hp yang banyak sekali anak sudah mengerti dengan hp bahkan memiliki hp pribadi (maaf) masih balita/anak-anak.

Saya diberikan izin sama ayah untuk menggunakan hp, waktu usia 14 tahun (HP nokia 1208, guys!). Ini bukan karena ayah tidak mampu membelikannya, tetapi memang ayah saya sangat disiplin orangnya. Kalau waktu tidur, ya harus tidur. Jam tidur, diterapkan ayah, pukul 19.00 WIB, tapi shalat Isya' dulu sebelum tidur. Untuk bangun tidur, jam 02.00 WIB sudah dibangunin nenek untuk ngaji+shalat tahajjud (serasa lagi mondok gue, kan. Waktu nenek masih hidup, ya nenek bangunin). Hehe!

Kalau waktu belajar, ya harus belajar—tidak boleh sambil main hp, nonton tv atau yang mengganggu konsentrasi belajar. Bahkan, pernah ketahuan belajar sambil sms-an (waktu SMA), hp saya disita sama ayah. Saya, Kakak dan Abang pernah melanggar peraturan ayah, ngintip biar bisa nonton tv (kebetulan, kamar pas depanan dengan ruang keluarga/ada tv). hihi (maafkan kami, Yah!) #pelukcium

Si bungsu pun, hpnya saya atau orang tua simpan kalau sudah masuk ujian/ulangan semester. Biar fokus belajar.

Tugas sekolah, jangan dikerjakan SKS (Sistem Kebut/Kejar Semalam). Diupayakan selesai sepulang sekolah tanpa harus menunggu esok hari. (Perintah Mommy) Itu sebabnya, sampai sekarang, saya terbiasa bekerja harus dikasih deadline. Karena menyangkut tanggung jawab.

Orang tua saya memang termasuk orang yang sibuk banget dan jarang di rumah, terutama ayah. Tapi, mereka tidak pernah lepas tanggung jawab dalam pendidikan anaknya. Bahkan, masalah makanan atau minuman saja, diperhatikan banget. Apalagi saya pernah masuk RS, salah satunya kena infeksi pencernaan.

Sebenarnya, dalam kasus anak yang ketergantungan dengan ponsel, bukan melulu anak, apalagi orang tua yang harus disalahkan dalam mendidiknya, melainkan—keduanya harus saling melengkapi. Jika tugas orang tua adalah mendidik, maka tugas anak adalah mau dididik—selagi tidak menyimpang hal negatif (buruk). Dan jika orang tua dan anak, kompak—tidak diragukan lagi, insya Allah akan berhasil di masa depan; tentu menjadi orang bermanfaat.

Perlu diketahui kembali, jangan pernah keluarkan kata-kata yang tidak mengenakkan atau membanding-bandingkan anak satu dengan lainnya, bahkan membandingkan anak Anda dengan anak orang lain. Kemampuan, penalaran atau lainnya yang dimiliki anak itu berbeda-beda. Kurangi bahkan hilangkan berkata negatif, gunakan kata positif.

Misal:
Kalau kamu males belajar, nggak bakal bisa lulus ujian. Ibu/Ayah nggak mau jadi malu karena nilai jelekmu. (Ini jelas mendoakan yang buruk banget dan tidak direkomendasikan)

Coba ganti dengan
Nak, kalau kamu mau lulus ujian dan jadi orang sukses yang bisa membuat orang tua bangga, kamu harus belajar dengan giat.

Dalam kasus seperti ini juga, sang anak harus membantu mewujudkannya, dengan mendengarkan nasehat baik orang tua.

Kasus membandingkan :
Kenapa gitu aja nggak bisa sih. Nilai selalu rendah. Coba lihat kakak kamu, dia selalu mendapatkan juara kelas, bahkan mengikuti olimpiade Matematika untuk mewakili sekolah.

Ini bukan untuk motivasi sang anak agar mau belajar, justru dia harus menjadi orang lain untuk bisa menyenangkan orang tuanya agar bisa seperti sang kakak. Saya pun secara pribadi, tidak suka dibanding-bandingkan. Karena seperti yang dijelaskan di atas, tingkat pemahaman sang anak itu berbeda-beda. Saya bukan seorang guru, tapi beberapa kali bahkan sampai sekarang saya berusaha memberikan yang terbaik untuk anak didik (bidang kepenulisan). Pun dengan adik-adik saya. Punya adik tiga membuat saya memiliki pengalaman dalam memberikan pengarahan kepada mereka bertiga. Dan selalu mengurangi kata-kata negatif.

Coba ganti kata,
Tidak bisa = belum bisa/pasti bisa (sesuai konteks kalimat yang digunakan)
Bodoh/Tolol = kurang pintar / belum bisa (sesuai konteks kalimat)
Bau = kurang wangi
Jelek = belum bagus
Tidak mampu = belum mampu (nah ini saya bertolak belakang dengan program pemerintah tentang kata-kata, Masyarakat Tidak Mampu atau mengatakan 'Keluarga Miskin' (harta). Mohon, maaf! Karena kita tidak tahu rezeki seseorang pada hari ini, esok, lusa dan seterusnya—ada baiknya gunakan kata positif. Misal : Keluarga Belum Mampu (dalam artian mampu secara materi untuk membeli bahan pokok/yang sekiranya di luar batas kemampuan).
Jangan berkelahi! = Bermainlah bersama
Jangan dekat-dekat api! = Menjauhlah dari api
Jangan berlari! = Ayo, berjalan saja!
Jangan direbut! = Biar dipegang dulu / Ayo, bergantian! (lain halnya dalam urusan percintaan sebuah hubungan ya, guys!) haha
Jangan berteriak-teriak! = Ayo, bicara dengan pelan!
Jangan lempar mainan! = Gunakan mainan dengan benar
Jangan memukul teman! = Sayangilah teman
Jangan ditumpahkan! = Bawa dengan hati-hati, ya!
Jangan diinjak! = Ayo, lewat sini saja!
Jangan malas! = Ayo, lebih rajin lagi!
Jangan terlambat! = Datanglah lebih awal
Jangan buang sampah sembarangan! = Ayo, buang sampah di tempatnya!
Jangan coret-coret! = Menulisnya di kertas saja
Jangan naik! = Ayo, di bawah/ di sini saja yang enak
Jangan menangis! = Ayo, tersenyum!
Jangan keras-keras! = Pelan-pelan saja
Jangan diambil! = Biarkan saja di situ
Jangan pindah = Boleh pinjam, asal kembalikan ke letak sebelumnya
Jangan dirobek! = Ayo, dirawat (dijaga)!
Jangan dilempar! = Dipegang saja
Jangan dikotori! = Jagalah kebersihan
Jangan bertengkar! = Ayo, saling menyayangi!
Jangan dekat-dekat! = Dari sini saja
Jangan ditaruh di situ! = lebih baik ditaruh di sini saja
Jangan belok! = Jalan yang lurus saja, ya!
Jangan marah! = Belajarlah untuk sabar dan menahan amarah. Karena anak baik itu tidak suka marah-marah.
Jangan melawan! = Anak baik, harus sopan
Jangan lama-lama! = sebentar saja
Jangan rewel! = Kenapa, Adik? Adik minta apa? (Ini aku sudah melihat langsung generasi 'Z' yang menerapkannya. Bukan orang lain, tapi keponakan yang berusaha menenangkan adiknya saat lagi rewel sampai nangis. Pun orang tua saya, menerapkan hal ini. Mereka tidak bilang, jangan rewel. Tapi bertanya, anaknya mau apa.)
Jangan loncat-loncat! = Bermainlah dengan tenang
Jangan menerobos/berebut! = Coba sambil bergantian/  Ayo, yang tertib! / teratur

Belum dan kurang adalah kata-kata yang lebih enak didengar atau dibaca daripada kata 'miskin' atau 'tidak mampu'. Mungkin saya lancang dengan mengutarakan argumen seperti ini, tetapi ini perlu untuk evaluasi kita bersama. Jika saya tuliskan semua, mungkin akan panjang layaknya buku novel. Yany pasti, kembali lagi tentang mendidik anak, biasakanlah menggunakan kata positif agar berpengaruh baik ke depannya untuk mental pikiran dan hati sang anak. Tulisan ini bisa dibilang sebagai perwakilan dari keduanya—peran sebagai orang tua, maupun anak. Oke, segini dulu pembahasannya. Ambil yang positif, buang negatifnya. Terima kasih!


Salam Pena Kreatif
Irma Dewi Meilinda
(Writerpreneur, Ketua KPKers Lampung, etc)

0 Response to "Bijaklah Menjadi Orang Tua"

Posting Komentar