-->

Mengapa Pustakawan Harus Menulis?


Selasa (28/07/2020), saya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Perpusnas Press yang bertema "TULIS" (mengembangkan karakter dan produktivitas penulis). Ada dua pemateri yang dihadirkan pada hari itu, yaitu Destiya Puji Prabowo (Pustakawan Perpusnas) yang mengusung materi berjudul "Pustakawan Aktif: Jangan Takut Menulis" dan Ir. Juznia Andriani (Pustakawan Kementan).

Dalam artikel ini, saya akan membahas materi yang disampaikan oleh Destiya terlebih dulu. Ia memaparkan alasannya menulis itu untuk berbagi. Karena baginya, berbagi adalah berkah dan berkah akan kita raih ketika senang berbagi.

Menurutnya, itu bukanlah bakat. Karena menulis adalah suatu keterampilan atau keahlian yang dapat dilakukan semua orang. Menulis itu dapat menuangkan ide yang ada di kepala kita; menafsirkan dan menerjemahkan gagasan atau ide; menjadi sarana untuk aktualisasi dan eksistensi diri; sarana diskusi; memberikan kontribusi untuk mencari solusi atas suatu masalah; serta menjadi sarana untuk naik jabatan.

Bicara soal naik jabatan, simak penjelasan Destiya tentang pustakawan sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) di bawah ini.
  1. Pustakawan dalam ASN merupakan jabatan fungsional atau berkarier.
  2. Terdapat jenjang jabatan.
  3. Setiap kenaikan jenjang jabatan, wajib membuat tulisan.
Menurut KBBI daring (2016), menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Namun, baiknya menulis dulu atau membaca dulu? Menurut Destiya, sebaiknya kita harus menentukan topik, kemudian cobalah menulis dulu. Jika mengalami kesulitan, itu pertanda Anda kurang membaca. Karena menulis dan membaca harus seiring sejalan.

Kendala dalam menulis itu pasti ada, apalagi ketika kita sedang mengalami writer's block, bingung mau nulis apa atau mau melanjutkan tulisan tapi lagi buntu ide. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut, yaitu:
  1. tidak tahu cara menulis;
  2. tidak tahu metode pengkajian atau penelitian;
  3. tidak punya pengalaman menulis;
  4. sulit menemukan topik;
  5. sulit berpikir kritis;
  6. tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik; serta
  7. sibuk dengan alasan tidak memiliki waktu untuk menulis.
Jika sudah seperti itu, bagaimana solusinya?
  1. Cobalah berani menulis dengan memulai dari pendahuluan, isi, dan penutup.
  2. Cobalah dengan menulis artikel yang ringan.
  3. Banyak baca buku, jurnal, atau apa pun yang sesuai dengan kebutuhan tulisan kita.
  4. Setelah membaca, buatlah review.
  5. Terpenting adalah banyak berlatih dan sebisa mungkin untuk meluangkan waktu.
Dalam menulis, kita pasti memiliki strategi agar tulisan bisa selesai sesuai target. Sebaiknya kita menulis apa yang memang disukai, dengan begitu tulisan pasti akan lebih cepat selesai jauh sebelum deadline yang sudah kita tentukan kapan harus menyelesaikannya. Lalu, lupakan sejenak tujuan kita menulis dan anggaplah seperti sedang bicara ketika sudah memulainya. Menulis cengan topik fenomenal sosial yang sedang hangat terjadi pun akan melatih kita untuk menjadi penulis yang bisa membaca situasi dan memanfaatkan peluang untuk membuat tulisan. Kemudian, setelah selesai menulis, coba baca kembali tulisan itu, jika memungkinkan, maka tambahkan data dan teori yang sesuai.

Harus diingat juga, bahwa menulis bukan asal menulis, tapi ada unsur yang harus diperhatikan, yaitu tulisan harus aktual (dapat dipercaya kebenarannya); mengandung unsur kebaruan (orisinil); topik yang dibahas tidak bertentangan dengan aspek etis, sosiologis, yuridis, dan ideologis; ditulis dengan bahasa baku, tetapi mudah dicerna dan komunikatif; serta singkat, utuh, dan tuntas.

Ketika kita membaca, ya ... bacalah untuk menambah wawasan dan gagasan tulisan, bukan untuk memplagiat tulisan yang baru dibaca. Menjadi penulis yang memiliki jati diri adalah salah satu poin untuk personal branding. Untuk itu, temukanlah gaya menulis yang sesuai dan merepresentasikan penulis. Jika harus menuru gaya dari penulis lain, konsistenlah.

Dari penjabaran-penjabaran di atas, apakah seorang Destiya Puji Prabowo pernah mengalami writer's block? Tentu saja pernah! Lalu, bagaimana dia mengatasinya?

"Ketika mengalami writer's block, cobalah untuk mengondisikan diri Anda sedang bahagia. Bisa juga berdiskusi dengan siapapun untuk memancing ide muncul kembali. Ini dari segi penulis artikel," terangnya.

"Prestasi seorang penulis yang tertinggi bukan dari banyaknya penghargaan ataupun jumlah tulisan yang diterbitkan, tetapi bagaimana tulisan itu memberikan manfaat, menyenangkan, dan dikenal oleh pembacanya." [Destiya Puji Prabowo, 2020]

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, maka ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah." [Pramoedya Ananta Tur, Rumah Kaca (1988:473)]

"Dengan membaca dan menulis, kita akan menciptakan peradaban baru." [Muhammad Syarif Bando, Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]

"Menulis adalah salah satu cara bagi saya mengemukakan pendapat kala bicara tak didengar." [Irma Dewi Meilinda, Ketua Kpkers Lampung]

Author : Irma Dewi Meilinda (Princess Meymey)
Note: Ini adalah rangkuman yang saya analisa dari hasil diskusi pada pertemuan secara virtual melalui webinar bulan lalu.

0 Response to "Mengapa Pustakawan Harus Menulis?"

Posting Komentar